350 tahun Negeri kita dijajah Belanda. Hingga pada tahun
1942, Belanda yang gagah dan maha perkasa itu di tendang keluar oleh Jepang
tanpa melakukan perlawanan dan meninggalkan tanah jajahannya begitu saja. Tentulah
sesuatu yang mampu mengusir penjahat dianggap sebagai pahlawan. Akan tetapi
dalam hitungan hari anggapan itu segera memudar, bukannya keadaan menjadi
membaik setelah penjahat itu di tendang keluar , tetapi justru malah
sebaliknya. Bisa dikatakan bahwa sesusah-susahnya hidup tidak ada yang lebih
susah dibanding zaman Jepang. Syukurlah tampuk kekuasaan Jepang hanya seumur
jagung. Di masa penjajahan Jepanglah, transisi kekuasaan beralih, dari tanah
jajahan menuju tanah yang merdeka. Tepat pada pukul 10:00 pada hari Jumat di
bulan suci ramadhan, proklamasi dibacakan, dengan itu bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang merdeka.
Di balik keheroilkan proklamasi dan kemerdekan kita, banyak
kisah-kisah menarik dan hal-hal yang perlu kita ketahui didalamnya.
”Kami bangsa Indonesia
dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-Hal yang mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain diselenggarkan dengan cara saksama dan dengan tempo
yang sesingkat-singkatnya”
Jakarta, 17-18-45
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
Pernyataan
itu di tulis dalam hitungan jam tanpa persiapan, pernyataan itu ditulis di atas
selembar kertas bergaris-garis biru, kertas yang dirobek dari sebuah buku anak
sekolahan. Pena yang digunakan untuk menulis kalimat keramat itu bukanlah pena
bulu ayam yang layaknya digunakan dalam mendeklarasikan kemerdekaan seperti
yang dilakukan Amerika. Pena yang digunakan hanyalah pena pinjaman yang entah
kemana pena bersejarah dan mempunyai nilai historis yang sangat penting itu. Naskah
tulisan asli bung karno yang amat bersejarah itupun setelah diketik ulang sempat
meraskan masuk tong sampah , namun syukur naskah original itu bisa diselamatkan
oleh BM Diah yang menemukannya di tong sampah rumah laksamana Maeda.
Setelah fix
kemudian naskah proklamasi itu diketik ulang oleh Sayuti Melik menggunakan
mesin TIK pinjaman dari Angkatan laut Jerman (kriegs marine). Semula mesin TIK
yang hendak digunakan adalah mesin TIK milik Laksamana maeda, namun karena
menggunakan huruf kanji, alhasil meminjam pada Kriegs marine yang menggunakan
huruf latin. Sama halnya seperti pulpen, mesin TIK bersejarah itupun hilang
entah kemana rimbanya.
Naskah itu
dibacakan dengan menggunakan pengeras suara hasil curian dari Jepang, dan
bendera merah putih di kibarkan menggunakan bambu sebagai tiangnya, dalam
kemerdekaan itu tidak ada kembang api, marching band ataupun kegiatan
protokoler kenegaraan. Itu berlalu begitu saja.
Sebagai
seorang Presiden tentulah bung Karno harus memiliki sebuah mobil kepresidenan
dan mobil yang didapat adalah mobil buick yang muat untuk tujuh orang yang
merupakan mobil paling besar dan bagus di Jakarta. Mobil itu merupakan milik
seorang jawatan kereta api yang diminta sudiro kepada sopir si pemilik mobil.
Ketika masa-masa
reda setelah persetujuan linggar jati, Indonesia mulai melakukan hubungan
Diplomatik di dunia Internasional. Departemen luar negeri Indonesia pada masa
itupun sangat memprihatinkan. Kedutaan Republik Indonesia yang pertama adalah
rumah tukang cukur dimana sang duta dan istrinya menyewa kamar disana. Dengan
gajih yang hanya 6 dollar per minggu. Ketika hendak menghadap presiden Filipina
kala itu duta besar RI meminjam jas milik si tukang cukur.
Di
dalam negeri keadaan tidak lebih baik. ketika bung Karno ingin menjamu tamu
dari luar negeri yang pertamannya yaitu Jenderal Filipina bernama Jenderal
Romula, di istana presiden kala itu bahkan tidak ada piring maupun taplak meja.
Karena semua barang telah dibawa pergi oleh Jepang ketika meninggalkan RI. Yang
ada kala itu hanya satu set cangkir plastik berwarna hijau. Alhasil mutahar
yang seorang mantan pelaut mencari peralatan makanan seperti piring, sendok dan
garpu yang terbuat dari perak dan taplak meja berwarna putih kepada Restoran
Oen, restoran milik tionghoa.
Tamu Negara
pertama kala itupun hanya mendapat suguhan air mineral. Tidak ada anggur (wine)
0 komentar:
Post a Comment