Sekolah hanya mengajari sejarah secara garis besar saja. Pelajaran sejarah sekolah hanyalah alat propaganda. disini tempat belajar sejarah anti mainstrim

Thursday, December 28, 2017

Jenderal Besar Abdul Haris Nasution

17 Oktober 1952 menyimpan sejarah tersendiri bagi Negara kita yang kala itu masih bayi. Kala itu moncong senjata di arahkan ke istana merdeka. Beberapa perwira termasuk KSAD (Kepala Staf Angkatan Darat) Kolonel Abdul Haris Nasution menuntut presiden sukarno membubarkan Parlemen (DPR)

Peristiwa itu bermula dari ajakan Kolonel Bambang supeno dari jawa timur untuk menggantikan pimpinan AD. Karena tidak menyukai kebijakan-kebijakan dari kolonel Nasution selaku KSAD. Hal ini menimbulkan pro dan Kontra di kalangan tentara. Pada 12 Juli 1952 di adakan pertemuan pimpinan AD dari pusat dan daerah, kebanyak dari mereka menolak karena di anggap merusak solidaritas Angkatan Darat. Esoknya kolonel Bambang menulis surat kepada perdana menteri, menteri pertahanan dan parlemen yang mengungkapkan bahwa dia sudah kehilangan kepercayaan pada atasannya.

Sementara itu Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) mengadakan sidang yang yang membahas mosi yang menuntut perubahan pimpinan dan organisasi kementerian pertahanan dan Angkatan Perang. Di dalam DPRS menghasilkan 3 mosi dan mosi yang diterima adalah Mosi Manai sophian setelah melalui pungutan suara, yang isinya antara lain : “mendesak pemerintah agar membentuk suatu panitia yang terdiri dari anggota-anggota parlemen dan wakil-wakil pemerintah untuk menhadapi masalah-masalah yang timbul dalam perdebatan-perdebatan di parlemen mengenai kementerian pertahanan dan angkatan perang serta menyampaikan usul kongkret mengenai penyelasian kepada pemerintah”.
Dengan diterimanya Mosi Manai sophian, pimpinan Angkatan Darat merasa bahwa parlemen telah mencampuri urusan pemerintah khususnya masalah intern AD. Angkatan Darat sudah ditarik ikut polemik ke dalam masalah politik.

Penerimaan Mosi Manai Sophian memicu lahirnya gerakan 17 Oktober 1952 yang di motori oleh TNI AD, yang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai menteri pertahanan dianggap sebagai sebuah kup. Delegasi dari AD yang menemui presiden kala itu menuntut Presiden Sukarno untuk membubarkan parlemen, dan membentuk sebuah parlemen baru, karena pimpinan TNI AD menganggap parlemen telah campur tangan dalam masalah intern AD, namun presiden sukarno menolak karena dirinya tidak ingin dianggap sebagai Diktaktor.

Dalam peristiwa itu 2 buah tank, 4 kendaraan berlapis baja dan ribuan masa menyerbu memasuki gerbang istana merdeka membawa spanduk “bubarkan parlemen”serta satu batalion artileri dengan 4 buah meriam dikerahkan.

Sedikit pembicaraan yang terkupas di istana merdeka antara presiden sukarno dan kolonel nasution.
“Ini tidak ditujukan kepada bung karno secara pribadi, melainkan untuk menentang sistem pemerintahan. Bung karno harus segera membubarkan parlemen” ucap Kol Nasution. Mata bung karno memerah karena marah. “engkau benar dalam tuntutanmu, tetapi salah di dalam caranya. Sukarno tidak akan menyerah menghadapi paksaan. Tidak pernah kepada seluruh tentara Belanda dan tidak kepada satu batalionTentara Nasional Indonesia” Balas Sukarno. “Bila ada kekacauan di Negara kita, setiap orang berpaling ke pada Tentara” timpal nasution “Tokoh-tokoh politik membikin peperangan, tetapi si prajurit yang harus mati. Wajar bila kami turut berbicara tentang apa yang sedang berlangsung” sambung nasution. “mengemukakan apa yang terasa di hatimu kepada bung karno- YA. Tetapi mengancam Bapak Republik Indonesia- TIDAK !. JANGAN SEKALI-KALI !” Tegas Bung Karno. Presiden Sukarno menggap yang di lakukan Kolonel Nasution adalah setengah kup yang gagal.

Adapun perwira yang diterima menghadap kepada Presiden sukarno sebanyak 15 perwira antara lain: 
Kolonel A.H Nasution, Kolonel M simbolon, Letkol kosasih, Letkol mohamad Bakhrum, Letkol Suwondo, Letkol A. Gani, Letkol Sutoko, Letkol Sukanda, Letkol Suprapto, Letkol Suryo suyarso, Letkol S parman, Letkol Askari, Letkol Azis Saleh, Letkol Sumantri,  kolonel AE. Kawilarang, dan disusul 3 orang perwira lainnya yaitu Kolonel T.B Simatupang, Kolonel Jati kusumo dan Letkol Daan yahya. Total 18 perwira  

Karena peristiwa itu, Kolonel Nasution diberhentikan dari jabtannya sebagai KSAD, namun lebih tepatnya mengundurkan diri. Nasution menjabat sebagai KSAD selama 2,5 tahun dari 1950-1952. Akan tetapi 3 tahun kemudian tepatnya pada 1955 A.H Nasution di angkat kembali pada jabatan yang sama oleh Presiden Sukarno atas dasar keutuhan nasional.



Referensi :

  • buku Peristiwa 17 Oktober 1952 ketika “moncong“ senjata mengarah ke istana merdeka
  • Buku Bung Karno penyambung lidah rakyat


2:08 AM   Posted by Unknown with No comments

0 komentar:

Post a Comment

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search