Monumen Rawa gede sumber : http://sebandung.com/2015/10/cerita-dibalik-peninggalan-peninggalan-sejarah-karawang-dari-masa-ke-masa-2/ |
Tanggal 17 Agustus 1947 pemerintah Belanda dan Indonesia
sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditanda tanganinya perjanjian Renvile
(perjanjian lanjutan atas perjanjian linggar jati yang membahas batas wilayah).
Akan tetapi kontak senjata masih terus terjadi khusunya di wilayah
Karawang-Bekasi.
Jika berbicara tentang pembantaian rawa gede tentu tidak
bisa lepas dari sosok kapten Lukas Kustaryo, bukan karena kapten Lukas yang melakukan
pembantaian. mari kita ulas : Kapten Lukas kala itu merupakan orang yang paling
dicari antara Karawang-Jakarta oleh pihak Belanda hidup atau mati. Kiprahnya
sangat merepotkan Belanda Sebab kapten dengan tinggi 160cm itu sering
mensabotase kereta yang membawa persenjataan dan logistic belanda, melakukan
penyergapan terhadap pos-pos dan patroli Belanda, tak sampai disitu, Kapten
Lukas kerap menyamar mengenakan seragam tebtara Belanda yang berhasil dibunuhnya lalu menyerang dan menembaki tentara Belanda. Selain
itu, setiap kali seradau Belanda berusaha menyergap dan menangkap “Begundal
Karawang” itu, selalu pulang dengan tangan kosong. Dia licin bagai seekor belut
bahkan mungkin lebih licin dari papa Setnov. Karena kiprahnya itulah yang
membuat pihak Belanda kesal bukan kepalang, yang membuat dirinya menjadi orang
paling dicari pasukan Belanda di wilayah Karawang-Jakarta.
Pada tanggal 8 Desember 1947 sehari sebelum pembantaian
terjadi dan tanggal yang sama ketika perundingan petama tentang perjanjian
Renvile, pihak intelijen Belanda (NEFIS) mendapat Informasi bahwa orang paling
buron itu berada di desa rawa gede. Saat itu cuaca hujan sangat deras di rawa
gede.
Tanggal 9 Desember 1947 hari selasa kala itu cuaca masih sama,
hujan sangat deras masih berlangsung, seolah-olah meberikan sebuah pertanda.
Pada malam hari tanggal 8, satu hari sebelum pembantaian terjadi, beberapa
warga sudah mengetahui bahwa akan terjadi seragan ke desanya, akan tetapi warga beranggapan Belanda tidak akan mungkin
datang dengan cuaca yang seperti itu dan bagi warga desapun tidak memungkinkan
keluar rumah kala itu untuk melarikan diri. pukul 04:00 pagi hari, Tentara Belanda
yang dipimpim mayor Alphons jean hendri wijen dengan posisi siap tempur berbondong bondong memasuki desa, kala itu tentara Belanda seperti orang kesurupan, melakukan terror,
menembak membabi buta, mendatangi satu persatu rumah mencari para laki-laki
dari mulai umur 15 tahun ke atas. Mereka di giring menuju lapangan ditanyai perihal
keberadaan Lukas Kustaryo. Karena mendapat jawaban yang sama “TIDAK MENGETAHUi”
dan tak menemukan sepucuk senjatapun milik pejuang republik, Belanda gelap mata
hingga akhirnya menembaki warga sipil. Warga sipil di bariskan sebanyak 60
orang, dalam setiap barisan ada 20 orang, mereka ditembak dari jarak 2,5 meter.
Beberapa orang lain bersembunyi di sungai-sungai menutupi
dirinya dengan eceng gondok agar tidak ditemukan oleh serdadu Belanda, namun
itu semua sia-sia, karena Belanda membawa anjing pelacak. Dalam hitungan Jam,
rawa gede hampir tidak memiliki laki-laki dan menjadi sebuah desa janda. Tak puas
hanya dengan membunuh, Belanda juga membakar beberapa rumah warga yang
kedapatan menyimpan lambang-lambang Republik Indonesia.
Setelah Belanda pergi meninggalkan desa, para Ibu dan Istri
dengan disertai tangisan mulai mencari Jasad anak, suami dan kerabat mereka.
Hujan yang terus mengguyur bercampur dengan darah segar, hingga membuat air yang
menggenang berubah warna menjadi merah pekat.
Dalam kondisi terburu-buru karena khawatir akan terjadi
serangan susulan, Para ibu dan istri mengangkut bahkan mungkin menyered
jenazah kerabat mereka masing-masing dan mulai menggali liang kubur dengan
alat ala kadarnya seperti golok. Mayat-mayat itupun tak sempat dimandikan
terlebih untuk dishalatkan. Kuburan yang digalipun hanya sedalam 0,5 – 1 Meter
saja, dengan Jasad yang dikuburkan dengan dibalut oleh kain sprei. Mayat
yang tidak terkubur dengan terpaksa harus di buang ke kali.
Dalam pembantaian Rawa gede, total korban tewas mencapai 431 orang, walau demikian ada beberapa orang
yag berhasil selamat dari peristiwa biadab itu. Tentang keberadaan kapten Lukas
sendiri komandan batalion I / Divisi Siliwangi itu, sempat singgah di desa rawa
gede, namun karena mengetahui keberadaannya tercium tentara NICA, beliau pindah
ke desa lain, sedangkan persenjataan telah dipindahkan ke desa tunggak jati.
Tentara Belanda yang dikerahkan dalam pembantaian itu
sebanyak 300 orang dan diperkirankan serdadu-serdadu itu adalah mantan
algojo-algojo yang pernah melakukan pembantaian di Sulawesi.
Peristiwa ini adalah salah satu alasan kenapa Kabupaten
Karawang dijuluki sebagai Pangkal perjuangan.
Sumber : https://featureweblog.wordpress.com/2013/06/19/pembantaian-rawa-gede-karya-nicholas-rhino-nim-11140110163/ |
gerbang taman makam sumber : https://homeindustry13.wordpress.com/posdaya/ekonomi/pariwisata/monumen-rawagede/ |
diorama sumber : http://www.bbc.com/indonesia/multimedia/2011/12/111209_pixrawagede |
action figure atau entah apalah itu namanya sumber : http://mediaindonesia.com/news/read/118546/karawang-bekasi-dalam-gejolak-revolusi/2017-08-21 |
Begundal Karawang a.k.a Kapten Lukas kustaryo |
Referensi :
Buku Sejarah Kabupaten Karawang ( pemerintah Kabupaten karawang dinas
kebudayaan dan pariwisata)
Ditunggu tulisan selanjutnya ya de ernes 😄😄
ReplyDeleteSiap mba :3. Jangan lelah menunggu ya :v
Delete